Sabtu, 25 April 2015

Survivor's Story chapter 3


Survivor's Story
Chapt. 3 : Go to Los Angeles
OS by : Me



******************************************

Tara sangat shock sampai tak bisa berkata apa-apa, dan Anna hanya memandangi layar televisi dengan ekspresi dingin. Kurasa efek kejutan dari tayangan yang baru saja kami tonton yang membuatnya begitu.

Holmes dan aku sempat bertukar pandang selama ruangan itu hanya diisi dengan keheningan di antara kami berempat dan juga suara channel statis di TV tua itu. Lalu, aku memutuskan bahwa tak mungkin ada yang bisa mengakhiri keheningan ini kecuali aku.

"Jadi.. apa yang akan kita lakukan?"

"Lari dan mencoba bertahan hidup.. mencari bantuan, atau tetap tinggal di sini." kata Tara yang tampak masih kacau pikirannya.

Hening sejenak, lalu Holmes mulai berbicara. Mengutarakan pendapatnya.

"Menurutku kita sebaiknya lari. Yeah, itu lebih baik. Mencari jalan keluar dari semua ini, atau setidaknya mencaritau awal mula kejadian ini."

"Tapi, Holmes," Tara menentangnya, "Tempat ini bagus untuk bersembunyi. Banyak bahan makanan yang tersisa dan tidak mungkin ada makhluk aneh yang menemukan tempat ini, menemukan kita disini. Kita bisa bersembunyi sampai bantuan dari pemerintah datang!"

"Masalahnya, bersembunyi sampai kapan?" Anna membuka suara. "Bahan makanan akan habis pada akhirnya, bukan? Dan lagi, kita tidak bisa mengetahui apa yang terjadi di dunia luar jika terus bersembunyi di sini."

Tara menciut karena tidak sependapat dengan Holmes dan Anna, dan tidak bisa melawan mereka. Ia lalu menoleh ke arahku dengan tampang memelas, memohon agar aku mendukungnya.

"Aku... Aku setuju dengan Anna. Kita seperti kelinci yang terperangkap dalam sarangnya, menunggu sampai persediaan makanan habis. Sebaiknya kita melakukan seperti yang dikatakan Holmes, mencaritau awal mula kejadian gila ini. Maafkan aku, Tara."

Tara menggeleng sedih. "Baiklah, aku akan mengikuti ke manapun kalian pergi. Sebaiknya kita berkemas sekarang."

******************************************

Aku meniup debu yang ada di atas bar, lalu memperhatikan bentuk bar itu. Dengan bentuk U dan kursi-kursi kayu yang bantalannya berlubang di sana-sini mengelilingi bar dari luar. Sebuah kursi kayu yang sama juga diletakkan di dalam bar untuk bartendernya.

Ada beberapa laci dan kolong-kolong terbuka di bagian dalam. Aku membuka laci yang ada di ujung huruf U. Laci itu bentuknya setengah lingkaran. Yang pertama berisi pembuka sumbat botol wine, dua buah pisau kecil yang tajam, sebuah gunting besar dan sebuah anak kunci yang tidak kuketahui fungsinya apa. Laci berikutnya berisi beberapa uang receh jadul yang sekarang sudah tak berlaku lagi, sebuah buku jurnal bersampul coklat dan beberapa batang pensil yang sepertinya tidak diraut, melainkan dipotong dengan kasar menggunakan pisau.

Dibawahnya lagi ada rak yang cukup besar, dengan sebuah kotak P3K di bagian dalam rak--tanganku menyentuh jaring laba-laba saat berusaha menggapainya--dan beberapa botol air mineral.

Rak-rak lainnya sebagian telah dikosongkan, sisanya lagi berisi segala macam tetek bengek yang tak kuperlukan--segala nota dan bon, foto-foto lama dan bertumpuk-tumpuk peta lama yang tampaknya berada di sana untuk dijualkan kepada turis asing atau pedagang yang baru pindah. Sebenarnya kurasa kami bisa mengambil satu dari sekian banyak peta itu, tapi kuurungkan niatku setelah melihat bahwa itu peta terbitan tahun 2001.

Kubuka kotak P3K dan menemukan perban, plester, obat merah dan botol kaca berisi alkohol, serta kemasan antibiotik dan obat-obatan lainnya. Bahkan ada balsam dan minyak angin di dalam kotak itu. Aku tak sempat menyembunyikan keterkejutanku saat melihat tanggal expired di obat merah, alkohol dan kemasan obat-obatan itu. Ternyata masih cukup baru! Ada beberapa pil tidur yang baru diproduksi setahun yang lalu.

"Dulu pernah ada seorang yang berniat membeli tempat ini, dia seorang pemabuk. Kami menjualkan pada dia segalanya, tanah, bangunan berserta seluruh isinya. Tapi sayang sekali, baru sebulan dia menetap dan langsung pindah lagi--setelah datang ke flatku dan mencaci maki karena menurutnya bangunan ini berhantu--tanpa mengambil kembali uangnya."

"Oh, begitu rupanya. Oh ya, apakah kau tau ini kunci apa?"

Aku menunjukkan padanya anak kunci yang kutemukan di dalam laci. Tara memperhatikan dengan saksama, lalu tersenyum kegirangan.

"Itu kunci menuju basement! Ayo, mungkin kita bisa menemukan sesuatu di dalam sana!"

Akhirnya aku menemani Tara menuju ke basement yang pintunya tersembunyi di bawah karpet lusuh di kamar nomor 13. Begitu pintu terbuka, ada tangga kayu untuk turun ke bawah. Anak tangga berderit setiap kami melangkah. Saat merasa bahwa kami telah menapak ke lantai kayu--lagi--aku pun menyalakan senter di tanganku.

Lagi-lagi hanya ruangan yang dipenuhi rak-rak, tapi kali ini dari besi. Tara menekan saklar lampu dan bola lampu pijar yang tergantung di langit-langit segera menyala. Di sisi ruangan seberang kami, ada sebuah lemari kaca yang di dalamnya tergantung beberapa senapan angin dan revolver. Tara langsung berjalan ke salah satu rak dan mulai memeriksa apa yang bisa diambilnya disana, sedangkan aku langsung membuka pintu lemari kaca dan mengeluarkan semua pistol yang ada di dalamnya, mengecek selongsong pelurunya. Kosong.

Tara menunjukkan beberapa kotak amunisi dan baterai. "Bantu aku membawanya ke atas. Masih ada kotak perkakas dan senter di rak."

Kami membawa apa saja yang berguna dengan dua kali jalan, dan setelah itu Tara menutup pintu basement lalu kami kembali ke ruang depan, bergabung dengan Holmes dan Anna yang telah selesai mengumpulkan persediaan makanan.

"Sial sekali, tidak seperti perkiraanmu, Tara. Nampaknya mister Pemabuk itu tidak banyak meninggalkan makanan disini. Hanya beberapa kaleng sup dan ikan sardin." Holmes menepuk-nepuk kedua tangannya untuk menghilangkan debu yang menempel disana. Tanpa buang waktu lagi, kami keluar lewat pintu depan menuju halaman belakang dengan cepat, tempat dimana Holmes memarkirkan mobilnya. Panther warna hijau tentara.

Demi keselamatan, aku dan Anna menumpang di mobil Holmes karena aku tak mungkin membahayakan nyawa Anna dengan memintanya naik mobil sport bersamaku.

Mobil Holmes ini cukup unik. Ketika kami membuka pintu tengah untuk memasukkan barang--karena pintu bagasi sudah tak bisa dibuka--kami tidak menemukan kursi disana. Bangku itu sudah dicopot, dan bagian dalam mobil hanya dihamparkan tikar anyaman. Dua bangku panjang yang tidak memiliki sandaran masih terpasang di kanan dan kiri mobil di bagian bagasi. Di atap mobil tepatnya di bagian tengah, ada pintu tingkap kecil yang bisa dibuka, memungkinkan bagi kami untuk mendongak keluar.

"Baiklah, kemana kita akan pergi sekarang?" tanya Holmes yang sudah berada di balik kemudi.

Aku mendudukkan Anna di bangku panjang, sedangkan aku sendiri duduk di atas tikar di antara kantong-kantong plastik putih berisi barang dan senapan-senapan angin. "Bagaimana kalau ke L.A saja?"

"Oke."

Kami melaju dengan cepat meninggalkan Los Harbour. Waktu sudah menunjukkan pukul 5.48. Langit di sebelah Timur sudah mulai terang kala matahari mulai menunjukkan sinarnya. Di kursi depan, Holmes mengemudi dengan serius dan Tara sibuk menyetel radio.

Bzzztt.. Bzzttt... Suara radio tidak sedikitpun mengganggu Anna yang sudah tertidur lelap di kursi, meringkuk seperti bayi. Aku membelai rambutnya. Bahu Anna sedikit bergerak, tampaknya ia sedang memimpikan sesuatu. Setelah itu, ia kembali tidur dengan tenang.

Bzzttt.. zzttt.. "..dan setelah menerima laporan dari Ketua PBB, fenomena aneh ini diduga terjadi..."

Anna bangun dari tidurnya, dan Holmes sedikit menegang, mengencangkan pegangannya pada kemudi. Aku pun ikut mendengarkan berita dari radio itu.

"...karena semacam virus yang belum diketahui jenisnya. Tampaknya virus ini masih tergolong baru dan mungkin saja, merupakan hasil kembangan manusia. Rute penyebarannya tidak menentu dan lambat. Hingga saat ini, seluruh Los Harbour telah diserang dan terdapat satu komplek di pinggiran Los Angeles..."

"Tunggu dulu, ini siaran dari Los Angeles?" tanya Holmes.

"Bukan. Tampaknya ini disiarkan lewat helikopter." Tara menunjuk sebuah titik hitam yang tampaknya bergerak-gerak di atas Los Angeles.

"...kami telah mengirimkan tim ke Los Harbour untuk mencoba menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi, dan beberapa orang yang terinfeksi telah ditangkap dan dibawa menuju salah satu gedung penelitian di California..."

"Ayolah, sebutkan cara penularannya." Holmes berkata dengan gusar.

"...Sejauh ini kami berhasil mendapatkan bahwa virus ini menular melalui udara, tapi belum diketahui mengapa ada orang yang bisa terinfeksi dan ada yang tidak. Virus juga dapat menular melalui gigitan dari orang yang terinfeksi. Masyarakat dihimbau untuk tetap berada di rumah, mengunci semua pintu dan jendela dan sebisa mungkin bertahan dengan persediaan makanan selama seminggu..."

Kami tiba di gerbang yang membatasi antara Los Harbour dengan Los Angeles. Dari gerbang kami bisa melihat bahwa keadaan di kota kacau balau. Orang-orang berlarian keluar masuk supermarket, menutup mulut dan hidungnya dengan tangan dan beberapa lagi menjerit-jerit, saat ada yang mengagetkan mereka dengan berteriak dan mengangkat kedua tangan di atas kepala seperti badut konyol. Seorang pria yang mengenakan sweater putih tampaknya paling senang mengusili orang-orang di sekitarnya, lalu tertawa terbahak-bahak saat warga malang yang dikagetkannya itu berlari pontang-panting menjauhinya.

Holmes membunyikan klakson dengan agresif untuk memperingatkan orang-orang yang menghadang jalan mobilnya. Kami tiba di perempatan yang dipenuhi oleh lautan manusia yang sama-sama egois, mendorong satu sama lain dan berteriak marah. Salah satu bahkan meninju kap mobil Holmes, mengeluarkan sumpah serapah karena mobil Holmes menghadang jalannya. Holmes balas meneriakinya dari dalam mobil--"Fuck you, man!".

Aku melihat ke luar jendela, tepatnya ke jendela yang ada di sisi mobil sebelah Anna. Orang-orang masih saling mendorong, berdesak-desakan. Kulihat pria yang mengenakan sweater putih tadi, masih sibuk mengagetkan orang. Sekarang tak banyak lagi yang menanggapi lelucon buruknya itu. Ia tampaknya sedikit kesal.

Lalu ia terjatuh. Mungkin karena kerumunan massa yang terus saling dorong. Anna juga melihat kejadian itu, dan menatapku dengan takut. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Tidak mungkin.

Selama setengah menit dan mobil kami belum bisa bergerak sama sekali. Keributan masih terdengar di luar sana, hanya saja sedikit teredam badan mobil. Aku baru saja hendak membuka pintu tingkap di atap mobil untuk meneriaki orang-orang itu supaya membuka jalan, dan tiba-tiba saja..

Kejadiannya begitu cepat, sudut mataku menangkap sosok pria bersweater tadi bangkit lagi, tapi tidak seperti orang normal. Mula-mulanya ia seperti orang yang sedang melakukan kayang dan tiba-tiba saja bisa berdiri hanya dengan mendorong tubuhnya.. dengan kedua kakinya! Aku hanya bisa melihat punggungnya saja, dan tiba-tiba ia memegang pundak seseorang di depannya, membaliknya dengan kasar dan menggigitnya. Menggigit bahu orang itu!

Orang-orang langsung menjadi heboh. Kerumunan bubar dengan cepat, tapi tidak secepat penularannya. Orang yang baru saja digigit tadi, tubuhnya langsung mengejang dan berubah jadi makhluk yang sama, hanya dalam 5 detik jika perhitunganku tidak salah. Ia berlari mengejar orang-orang, lalu menggigit seorang berkulit hitam yang juga mengalami hal yang sama. Dalam 5 detik, segalanya berubah.

Holmes meninjak pedal gas dalam-dalam dan mobil kami melaju menerobos kerumunan orang. Mungkin ada beberapa yang tertabrak tapi semoga saja tak ada yang terlindas. Aku tak mau menemukan mayat terjepit di ban mobil saat kami turun nanti.

Menghindari segala kericuhan ini dan mulai mendekati pusat kota. Kami bahkan tidak sadar telah mengabaikan siaran radio yang sekarang kembali menjadi bunyi Bzzttt... Bzztttt.. tanpa suara si penyiar wanita lagi. Titik hitam yang tadi kami lihat, kini berubah menjadi semakin besar dan menyerupai bentuk helikopter.

Orang-orang di sekitar kami tampaknya belum mengetahui apa yang terjadi. Mereka menjerit dan berlari ke tepi jalan saat mobil terus melaju tanpa ampun. Holmes membelokkan mobilnya masuk ke parkiran bawah tanah sebuah apartment yang kelihatannya murah. Tara bertanya kenapa kami berhenti disini, dan Holmes menjawab singkat, "Chuck dan Bora." Tara tampaknya mengerti, tapi aku dan Anna yang duduk di belakang sama-sama merasa kebingungan.

Kami menurunkan semua barang dan berlari mengikuti Holmes ke lift yang terletak tak jauh dari tempat Holmes memarkir mobilnya. Lift itu kecil dan kami harus berdesak-desakan di dalam, dan naik ke lantai 19.

Begitu pintu lift terbuka, Holmes berjalan di depan memimpin kami dengan langkah cepat menyusuri lorong sebelah kanan, lalu berbelok lagi ke kiri. Kami tiba di depan pintu kamar 1927, dan Holmes segera menekan tombol bel di samping pintu. Seseorang dari dalam sana menyahut, "Tunggu sebentar."

Orang itu membukakan pintu dan Holmes segera masuk. "Cepatlah. Cepatlah."

Begitu kami semua masuk ke dalam ruang tamu apartment yang sempit, Holmes langsung duduk di sofa warna putih yang terletak ditengah-tengah ruangan itu. "Hei, mantan Angkatan Darat. Tidak ikut mengungsi?"

"Tidak, untuk apa?" Pria itu tertawa lebar, sampai bahunya yang lebar berguncang-guncang. "Kami sudah ditelepon badan PBB untuk kesana, mate. Helikopternya akan menjemput sebentar lagi."

Seorang yang berperawakan tinggi besar bak tentara--dan kurasa memang tentara--sama seperti Holmes. Janggut dan kumisnya tipis, tapi alisnya yang tebal melengkung sempurna di atas dua bola mata biru tua. Hidungnya sedikit bengkok.

"Bora juga ikut?" kali ini Tara yang bertanya. "Omong-omong di mana dia?"

"Di kamar, sedang mengepak baju-baju kami."

"Wah, kau tidak terdengar takut sama sekali. Sangat bersemangat ingin kembali ke medan perang?" Holmes tertawa kecil.

"Yeah, mate. Rindu banget. Memangnya makhluk macam apa sih yang ada di luar sana? Aku menonton berita, tapi siaran yang bisa di ambil sangat terbatas."

"Penularannya lewat udara, kan?"

"Ya. Buruk sekali, kan. Tapi anehnya hanya orang-orang tertentu yang bisa terinfeksi."

"Mungkin orang-orang itu memiliki daya tahan tubuh yang rendah, atau sedang sakit. Kalian masih berlangganan koran?"

"Ya, mate. Semuanya ada di bawah meja itu," dia menujuk ke bawah sebuah meja aluminium yang tampaknya difungsikan sebagai meja kerja. Di bawahnya, ada berpak-pak koran yang tampaknya mulai dikoleksi sejak dua tahun lalu sampai sekarang.

Holmes langsung mengangkat ikatan-ikatan koran itu ke atas meja. Koran-koran terbaru. Ia mulai membaca satu demi satu.

Tepat saat aku mulai merasa tak berguna dan Anna tampaknya merasa tersinggung karena kehadiran kami berdua seolah tak dianggap di ruangan ini, pria bernama Chuck itu mulai menyapa kami.

"Hai! Teman-teman barunya Holmes, huh?"

"Tidak, kami menyelamatkan diri dari Los Harbour. Kebetulan saja bertemu Holmes dan Tara."

"Oh, begitu! Namaku Chuck Ebernade. Seorang tentara yang pensiun dini. Bora Ebernade adalah istriku. Dia juga mantan tentara. Tenanglah, kami tak setua yang terlihat. Umurku baru 48 dan Bora baru masuk 40. Kami masih sama-sama gesit dan PBB akan sangat membutuhkan kehadiran kami disana."

"Medan perang? Menurutmu apa yang sedang terjadi, Chuck?" aku bertanya kepada pria yang sedang nyengir lebar itu.

"Infeksi virus, kan? Mana kutau, aku bukan orang yang begitu pintar dan masih sama bingungnya dengan kalian terkait kejadian ini."

Seorang wanita keluar dari pintu yang ada di sudut ruang tamu. Rambutnya yang pirang mirip Anna hanya saja dipotong sangat pendek, model cepak seperti laki-laki. Kulitnya coklat, menunjukkan sebuah perjuangan dan pengorbanan yang telah banyak dilakukan saat masih di kamp tentara dulu. Tubuhnya kekar dan berotot, dan saat itu dia hanya mengenakan tank top warna hijau tua. Tangannya menenteng sebuah koper dengan mudah ke luar dari kamar, seolah-olah koper itu seringan selembar kertas.

"Bora!" Tara tersenyum dan segera memeluk wanita itu.

"Hai, Tara. Lama tak melihatmu. Eh, ada Holmes juga! Kalian belum menikah?"

Nadanya yang sedikit berat dan serius sangat menunjukkan citra diri seorang mantan tentara wanita.

"Tidak, well, doakan saja secepatnya." Tara tertawa dan menyikut perut Holmes, mencoba membuatnya tertawa. Tapi Holmes tampak sedang memperhatikan koran dengan serius. Aku berjalan mendekatinya untuk melihat berita apa yang sedang ia baca, sementara Anna memberanikan diri untuk berkenalan dengan wanita yang bernama Bora itu.

Kulihat, di koran di atas meja, headline news dengan judulnya yang diketik dengan huruf bold besar-besar :

PASIEN KABUR
DARI RUMAH SAKIT JIWA

Seorang pasien berinisial BW kabur dari RSJ Bethel pada Kamis (12/9) lalu. Ia berhasil kabur setelah menyerang seorang perawat dan dua petugas sekuriti di rumah sakit dengan menggunakan suntikan. BW diduga melarikan diri dengan seorang rekan atau komplotannya yang menaiki mobil Avanza putih dengan plat nomor MH 775 LS. Wajah dari rekannya yang mengemudi tidak tampak jelas karena terhalang kaca mobil yang dilapisi stiker hitam sehingga tidak begitu memungkinkan untuk melihat bagian dalam mobil. Tapi dapat dipastikan bahwa BW mempunyai dua rekan, satu laki-laki dan satu perempuan.

Hingga saat ini, pencarian masih berlanjut. Foto BW telah disebarkan dan ditempel ke seluruh kota. Aparat kepolisian bekerja sama dengan badan keamanan yang lain untuk menangkap pasien ini dengan segera.

Di bawah artikel itu terdapat foto hitam putih dari seorang yang memiliki wajah tirus, mengenakan kacamata bergagang putih. Matanya berwarna coklat tua menatap tajam hingga rasanya seperti ia sedang mengawasiku hanya dari balik lembaran tipis kertas koran. Di bawah foto itu tertulis :

BW. Jika ada yang merasa pernah melihat, berjumpa, atau berpapasan
dengan orang ini, silahkan menghubungi 088-027-073 (Bagian Informasi RS. Bethel)

"Sedang lihat apa kau, mate?" tanya Chuck yang ternyata sedari tadi mengintip dari balik bahuku. "Oh, pria itu! Dia itu ilmuwan gila yang suka melakukan eksperimen berbahaya. Pernah membunuh dua belas orang, mate. Kabur sejak 6 bulan yang lalu dan belum ditemukan sampai sekarang, tapi pencarian masih terus dilakukan."

"Siapa nama lengkapnya?" Holmes masih mengamati artikel itu.

"Hm.. Entahlah. Kurasa namanya Brian.. Brian apa ya? Tunggu sebentar, kucari di Google dulu." Chuck tampak sibuk mengetik sesuatu di laptopnya yang terbuka di atas meja. "Brian Webber."

"Chuck, Mr. Gomez sudah menghubungimu lagi," Bora menepuk pundak suaminya. "Dia minta kita menunggu di atap."

"Begitukah? Hey, tolong tanyakan Mr. Gomez, bisakah kita membawa tambahan pasukan?" Chuck kembali menunjukkan cengiran khasnya. "Kita tak mungkin meninggalkan mereka disini, kan."

"Tidak, dia tak akan mengizinkan."

"Kalau begitu aku juga tak akan pergi ke sana."

Bora berbicara di telepon genggamnya sebentar, lalu menatap Chuck lagi, tersenyum. "Mr. Gomez bilang kau boleh mengajak orang-orang terdekatmu."

"Bilang ke Gomez kita akan pergi berenam. Aku punya dua sepupu yang membawa pacarnya disini," Chuck merangkul aku dan Holmes.

Bora kembali mengangkat teleponnya dan berbicara dengan cepat, saat tiba-tiba sebuah teriakan keras terdengar dari luar sana, tepatnya dari jalanan. Chuck langsung menghambur ke jendela, menyibakkan tirainya hingga terbuka dan menampakkan ekspresi shock.

Aku langsung mengikutinya, dan melihat juga keluar jendela. Jalanan tidak sepenuh saat kami memasuki L.A tadi, tapi tetap saja orang dibawah sana sedang berlari kalang kabut, membuat kerumunan kacau balau. Beberapa orang berlari memasuki bangunan-bangunan, yang dengan bodohnya memancing orang-orang yang telah terinfeksi mengikuti mereka, masuk juga ke dalam bangunan.

"Hei, kita keluar sekarang juga," entah mengapa kata-kata itu meluncur dari mulutku. "Beberapa orang bodoh akan memancing makhluk-makhluk itu untuk masuk juga ke apartment ini."

"Itu helikopternya!" seru Chuck sambil menunjuk ke langit. Aku langsung melihat ke arah yang ditunjuknya. Ada sebuah helikopter hitam mengkilat yang sedang menuju ke arah apartment kami.

Kami semua bergegas keluar dari apartment itu, dan berlari ke tangga darurat. Tentu saja kami tak mau ambil resiko dengan naik lift, karena bisa saja lift itu malah bergerak turun jika kami tidak tepat waktu, karena ada orang yang memencet tombolnya dari lantai dasar. Orang-orang bodoh yang memancing zombie ke tempat ini.

..: to be continue :..

Kamis, 16 April 2015

Survivor's Story chapter 2


Survivor's Story
Chapt. 2 : Meet Another Survivor
OS by : Me



******************************************

Aku tak tau kemana arah kami sekarang.

Yang jelas saat ini aku sedang menggandeng tangan Anna, menyusuri jalan Denmark Street dengan langkah yang cepat dan terburu-buru. Kami baru saja meloloskan diri dari kejaran makhluk-makhluk aneh--yang kudefinisikan sebagai zombie--di kawasan tempat tinggal Anna. Kepalaku masih pusing memikirkan beberapa hal yang sedikit mengganjal..

Mengapa zombie-zombie itu bisa ada?

Sabtu, 11 April 2015

Survivor's Story chapter 1


Survivor's Story
(Chapter 1)
OS by : Me.



******************************************

Ini sungguh-sungguh malam yang melelahkan.

Jika kau tidak percaya, tanyakan saja pada John, satpam yang sedang mendapat shift malam hari ini, yang sekarang sedang duduk terkantuk-kantuk di pos jaganya, tepat di depan pintu keluar dari parkiran basement di kantor tempat aku bekerja ini.

What is this?!

Well, sebagai seorang penulis yang baik sekaligus mengawali karir gakjelas dan kisah-kisah yang akan ditulis di blog ini, gue merasa diwajibkan untuk memperkenalkan diri.

Tapi gue nggak ada say "Hi, nama gue blablabla, umur blablabla, amatiran. Jika ada kesalahan harap diampuni sajalah". NO. Never.

Lagipula gue bukan seorang amatiran juga.

Gue sebelumnya udah sering bikin blog yang tujuannya sebagai blog pribadi gue (you know, buat curahan hati, kegalauan, dan tempat mengumbar aib teman-teman gue) BUT. BUT.. itu sudah lama sekali. Dari zaman gue masih alay-alaynya dan sekarangpun gue rasa masih alay.